oleh Nugroho Agung Pambudi
Lingkungan tempat tinggal kita merupakan sumber kehidupan yang harus kita jaga dan lestarikan. Pencemaran lingkungan yang terjadi dapat membahayakan makhluk hidup yang bernaung didalamnya. Salah satu penyebabnya adalah penggunaan energi fosil yang makin meningkat. Penggunaan biomasssa sebagai energi dapat mengurangi efek pencemaran yang saat ini terjadi.
1. Mengurangi gas rumah kaca
Karbondioksida (CO2)
Gas rumah kaca yang terdiri dari carbon dioxide (CO2), metana, nitrous oxide dan beberapa gas lainya merupakan gas yang terperangkap dalam atmosfir. Menuut data UNFCCC konsentrasi global karbon dioksida dan beberapa gas rumah kaca lainnya terjadi peningkatan. Peningkatan konsentrasi gas rumah kaca diatas akan menyebabkan peningkatan temperature sehingga suhu udara atmosfir menjadi lebih panas.
Tanaman atau biomassa akan mengurangi konsentrasi karbondioksida dari atmosfer melalui proses fotositesis. Karbon dioksida (CO2) yang diserap untuk tumbuh dan berkembang. Ketika biomassa dibakar, karbon (C) akan diubah kedalam bentuk karbon dioksida dan kembali ke atmosfer. Proses ini berlansung secara terus menerus sehingga jumlah konsentrasi karbon dioksida di atmosfer akan selalu seimbang bila sejumlah biomassa menyerap sejumlah karbon dioksida yang seimbang. Tetapi bila konsumsi energy fosil menjadi meningkat maka konsentrasi karbon dioksida akan meningkat. Sehingga penambahan biomassa dibutuhkan untuk menyeimbangkan kembali jumlah karbond dioksida yang diserap dan dilepaskan.
Kenyataan, peningkatan sejumlah energi fosil seperti gas, minyak yang terjadi belakangan ini tidak diimbangi dengan peningkatan jumlah biomassa, yang terjadi adalah apa yang dinamakan deforestation atau penggundulan hutan, pembalakan dan sebagainya. Hal tersebut makin meningkatkan konsentrasi karbond dioksida. Penggunaan biomassa sebagai pengganti bahan bakar dapat mengurangi konsentrasi karbon dioksida.
Metana (CH4)
Seperti halnya karbondioksoda metana merupakan gas yang dapat menimbulkan efek pemanasan global. Potensi metana untuk meningkatkan temperature lebih tinggi dibandingkan dengan karbon dioksida. Metana dapat dihasilkan dari sampah padat pertanian, kotoran ternak maupun manusia merupakan penyebab timbulnya emisi metana.
Penggunaan biomassa (bahan bahan organik) sebagai bahan bakar akan mengkonversi metana menjadi bahan bakar yang lebih bermanfaat sehingga potensi metana yang dilepaskan ke atmosfer menjadi berkurang.
Beberapa data hingga dekade terakhir ini, sejak digulirkannya revolusi industri temperatur rata rata meningkat 0.3 derajat celcius. Peningkatan ini menyebabkan pencairan es di kutub, baik utara maupun selatan meningkatkan volume lautan hingga 10 sampai 25 cm. Bahkan diprediksi, tahun 2100 temperatur akan meningkat secara tajam hingga mencapai 6 derajat celcius. Tingginya temeperatur akan menimbulkan dampak bencana seperti banjir.
2. Mengurangi limbah organik
Sampah organic sepeti sampah pertanian (jerami, tongkol), limbah pengolahan biodiesel (cangkang biji jarak pagar, cangkang sawit), sampah kota ataupun limbah kayu, ranting dan pengolahan kayu (sawdust) merupakan limbah yang keberadaanya kurang bermanfaat. Limbah tersebut bila dibiarkan atau dibuang tanpa dibakar terlebih dahulu, dapat melepaskan gas metana yang berbahaya. Hasil Pembakaran limbah merupakan abu yang memiliki volume 1 % bila dibandingkan dengan limbah padat. Untuk meningkatkan nilai kalor, dan mengurangi emisi limbah organik biasanya dilakukan proses karbonisasi. Selain itu pembentukan menjadi briket bermanfaat sebagai bahan bakar padat.
3. Melindungi kebersihan air dan tanah
Penggunaan pupuk ternak dapat menimbulkan dampak buruk terhadap kebersihan air dan tanah. Mikroorgranismes seperti salmonella, brucella dan coli didalam pupuk menyebabkan penularan kepada manusia dan binatang. Salah satu proses pengolahan sampah ini adalah proses anaerobic digestion, yaitu dengan penimbunan pupuk kandang ataupun biomassa lainnya dalam suatu digester. Anaerobic digestion akan menghasilkan metana (CH4) dan slurry yang telah terbebas oleh mikroorgranisme.
4. Mengurangi polusi udara
Limbah pertanian, biasanya langsung dibakar setelah masa panen. Hal ini akan menyebabkan partikel-partikel atau jelaga dan polusi udara. Limbah ini dapat di konversikan menjadi bahan bakar yang lebih bermanfaat sehingga mengurangi jelaga dan polusi udara.
Selain limbah pertanian, pembakaran hutan sering terjadi dimana-mana. Efek pembakaran ini dapat menimbulkan polusi asap yang berbahaya bagi kesehatan manusia. Pembakaran biomass di dalam ruang bakar menggunakan boiler mengurangi efek polusi asap karena pembakaran dalam industri menggunakan peralatan kendali polusi untuk mengendalikan asap, sehingga lebih efisien dan bersih daripada pembakaran langsung.
5. Mengurangi hujan asam dan kabut asap
Hujan asam merupakan fenomena yang disebabkan oleh asam sulfur dan asam nitric. Asam-asam ini terbentuk melalui reaksi antara air, oksigen dan sulfur dioksida dan nitrogen oksida. Zat reaktan terebut berasal dari emisi pembakaran yang kurang sempurna dari bahan bakar fosil. Asam yang terbentuk jatuh ke Bumi dalam bentuk hujan asam, kabut dan salju.
Akibat hujan asam ini meningkatkan keasaman danau dan sungai, sehinga akan sangat berbahaya bagi makhluk hidup. Hujan asam juga merusak bahan bangunan dan cat.
Melalui pembakaran biomassa efek hujan asam ini akan direduksi, dikarenakan pembakaran biomassa akan menghasilkan partikel emisi SO2 dan NOx yang lebih sedikit dibandingkan dengan pembakaran bahan baker fosil. Pebakaran biomasa lebih efieien dan semurna bila diproses melalui karbonisasi karena akan menghasilkan bahan bakar yang terbebas dari volatile matter atau gas mudah terbakar.
Untuk mencegah dampak buruk bagi lingkungan dapat dilakukan dengan mengurangi atau menghentikan proses yang pmerupakan penyumbang gas rumah kaca, yaitu pembakaran bahan bakar fosil. Pembakaran bahan bakar berkaitan erat dengan pemenuhan sektor energi bagi peningkatan perekonomian suatu negara. Pengembangan biomasa sebagai sumber energi untuk substitusi bahan bakar bisa menjadi solusi untuk mengurangi beredarnya gas rumah kaca di atmosfer. Dengan penggunaan biomassa sebagai sumber energi maka konsentrasi CO2 dalam atmosfer akan seimbang.
Konferensi tentang perubahan iklim telah dilakukan di Kyoto, Jepang pada tahun 1997. Protokol Kyoto menghasilkan regulasi untuk mengurangi gas rumah kaca sebesar 5 persen sampai tahun 2012. Tetapi belum semua negara maju meratifikasi Protokol Kyoto.
Kendati konvensi perubahan iklim telah dibahas beberapa kali dan terakhir dilakukan pada desember 2007 di Bali, pada kenyataanya peningkatan gas rumah kaca masih saja terjadi, sehingga IEA (International Energy Agency) memproyeksikan bahwa penurunan gas gas rumah kaca yaitu dengan meningkatkam penggunaan energi terbaharukan seperti biomassa. Energi dari biomassa menyediakan energi yang memiliki konsentarasi CO2 yang lebih rendah di bandingankan dengan energi dari bahan bakar fosil.
Referensi :
Singh, R.K and Misra, 2005, Biofels from Biomass, Department of Chemical Engineering National Institue of Technology, Rourkela
Presiden Republik Indonesia, 2006, Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2006 Tentang Kebijakan Energi Nasional, Jakarta
Tim Nasional Pengembangan BBN, 2007, BBN, Bahan Bakar Alternatif dari Tumbuhan Sebagai Pengganti Minyak Bumi dan Gas, Jakarta, Penerbit
Swadaya.
Moreira, J.R, Global Biomass Energy Potentioal, Brazilian Reference Center on Biomass, Brazil
Daugherty E.C, 2001, Biomass Energy Systems Efficiency:Analyzed through a Life Cycle Assessment, Lund Univesity.
Instruksi Presiden, Instruksi Preiden No 1 tahun 2006 tertanggal 25 januari 2006 tentang penyediaan dan pemanfaatan bahan bakar nabati (biofuels), sebagai energi alternative, Jakarta
Hambali E, dkk, 2007, Teknologi Bioenergi, Agromedia, jakarta
Direktorat Jenderal Listrik dan Pemanfaatan Energi, 2004, Potensi energi terbaharukan di Indonesia, Jakarta